Aku memandang
jendela kelas yang
dibasahi rintik hujan.
Perasaan gelisah menyelimuti
benakku. Hujan diluar
sana membuatku kesal
sekaligus sebal. Bagaimana
aku bisa pulang
jika hujan begini?
Tanyaku dalam hati.
Berbeda denganku,
teman-teman sekelasku yang
lain malah asyik
mengobrol, teriak-teriak, nyanyi,
nari, dan sebagainya.
Jam terakhir yang
seharusnya diisi oleh Matematika ditunda
karena guru Matematika
kami, Bu Yuliana
sedang keluar kota
karena diklat.
Krieet... pintu
kelas dibuka. Seketika,
teman-teman sekelasku diam
seperti patung karena
yang datang adalah
Pak Ardiansyah, kepala
sekolah kami. Beliau
adalah orang yang
tegas, disiplin, dan
galak. Beliau sangat
disegani oleh semua
murid di sekolah
kami.
“Anak-anak, bapak
ada pengumuman untuk
kalian.”
Beberapa anak
di kelasku mulai
berbisik-bisik mengenai pengumuman
yang akan disampaikan
oleh Pak Ardiansyah.
“Sebentar lagi
akan diadakan Lomba
Memasak Tingkat SMP/Sederajat
yang diselenggarakan oleh Junior Chef
Organization. Semua sekolah
sudah memiliki utusannya
masing-masing, tinggal sekolah
ini yang belum.
Jadi, bagi yang
ingin mengikuti lomba
ini, silahkan mendaftar
di Pak Andi.”
Annisa, teman
sebangkuku mengacungkan tangan.
“Apakah akan diadakan
seleksi?”
Pak Ardiansyah
mengangguk. “Benar. Nanti,
setelah semua masakan
dikumpul. Para guru
akan memilih 5 masakan terbaik
untuk dikirimkan ke Junior Chef
Organization.”
Kami mendengarkan
penjelasan Pak Ardiansyah
dengan saksama.
“Ada yang
ingin ditanyakan?” tanya
Pak Ardiansyah sebelum
melangkah keluar dari
kelas kami.
Kami hanya
diam membungkam. Pak
Ardiansyah lalu keluar
dari kelas kami.
Setelah Pak Ardiansyah
keluar, teman-temanku ribut
membicarakan Lomba Memasak.
Aku memikirkan
perkataan Pak Ardiansyah.
Hmm... jika dipikir-pikir, bagus
juga, ya, ikut Lomba Memasak
itu, batinku. Aku
merasa bahwa ini
adalah kesempatan berharga
yang tidak boleh
dilewatkan. Jika tak
menang, tak apa,
ini hanya mencari
pengalaman saja.
“Vivi, kamu
ikut lomba itu,
tidak?” pertanyaan Annisa
membuyarkan lamunanku.
“Eh... ikut,
dong! Lagipula, ini
kesempatan berharga yang
sayang untuk dilewatkan.”
Annisa menepuk
pundakku. “Semoga kamu
menang, ya.”
“Amin....”
***
“Lomba Memasak?”
tanya Ayah sembari
mengerutkan kening. Aku
hanya mengangguk semangat
sembari meletakkan sepatu
hitamku di teras
rumah. Hujan sudah
reda. Aku dijemput
oleh Bunda memakai
motor.
“Iya, Yah.
Aku ingin sekali
mengikuti lomba itu.
Boleh, kan?” Aku
memelas dengan wajah
seimut mungkin.
Ayah mengangguk.
“Ayah akan izinkan
kamu mengikuti lomba
itu.” Seketika, aku
melonjak kegirangan bak
anak kecil yang
mempunyai mainan baru.
“Tetapi....”
Aku langsung
memasang muka penasaran
ketika Ayah mengucapkan
kata “tetapi”.
“Tapi apa,
Yah?”
“Kamu harus
mengerjakan masakan itu
sendiri. Ayah dan
Bunda hanya bertugas
membelikan bahan maupun
alat yang dibutuhkan.
Mengerti?”
Aku mengangguk.
“Siap, Ayah!
***
Keesokan harinya,
aku menemukan ide
untuk masakanku. Ya!
Cake wortel! Wah...
gimana jadinya, ya?
Aku bangkit dari
kasur, berwudhu di
kamar mandi, sholat
Shubuh, duduk di
meja belajar, mengambil
kertas, dan mencatat
bahan-bahan yang dibutuhkan.
“Telur, tepung,
mentega, bla... bla...
bla....” kataku sambil
menyebutkan bahan-bahan untuk
cake wortel. Aku
lalu mencatat bahan-bahan
itu di kertas.
Setelah selesai mencatat,
aku mengecek catatan
dengan teliti. Mungkin
ada bahan yang
belum dicatat.
“Oke. Bahan-bahan-nya sudah
selesai. Tinggal nunjukin
ke Bunda, deh,”
kataku sembari keluar
dari kamar. Aku
sedang mencari Bunda
untuk menunjukan catatan
yang berisi bahan-bahan
untuk membuat cake
wortel.
Entah kenapa,
sesuatu membisikiku bahwa
Bunda ada di
dapur. Aku lalu
berjalan menuju dapur
dan ternyata benar,
Bunda ada di
dapur. Beliau sedang
memasak rendang untuk
sarapan.
“Bunda....” panggilku
dengan suara pelan.
“Ya?” tanya
Bunda tanpa menoleh
kepadaku. Aku langsung
menyodorkan catatan yang
berisi bahan-bahan untuk
membuat cake wortel.
Bunda terdiam
sesaat sambil memandangi
kertas itu. “Hmm.....
oke, Bunda akan
membeli bahan-bahan ini.
Kamu mandi dulu
sana!”
Aku mengangguk
semangat. “Sip, Bos!”
***
Kring!!! Bel
pulang sekolah berbunyi.
Dua menit yang
lalu, aku dan
teman-teman sekelasku sudah
membereskan segala macam alat tulis
dan memasukkannya kedalam
ransel.
Sebelum pulang,
kami berdoa terlebih
dahulu. Setelah doa
selesai, kami menyerbu
keluar dari gerbang
sekolah. Aku hanya
berjalan santai sambil
menunggu Bunda menjemputku.
Tak lama
kemudian, Bunda datang
dengan motornya. Tak
seperti biasanya, Bunda
membawa beberapa plastik
hitam besar yang
Bunda letakkan di
gantungan motor.
Bunda bilang,
itu adalah bahan-bahan
yang dibutuhkan untuk
membuat cake wortel.
Aku duduk di
belakang Bunda dengan
perasaan senang.
***
Aku memasang
celemek bunga mawarku,
mencuci tanganku dengan
sabun, menyiapkan alat
dan bahan untuk
memasak cake wortel,
dan... mulai memasak!
Cara memasaknya sama
seperti memasak kue,
hanya ada sedikit
campuran wortel.
Kenapa aku
memilih cake wortel?
Karena itu adalah
kue kesukaanku. Nenek
selalu memasaknya ketika
aku ulang tahun.
Nenek pula lah
yang mengajariku cara
membuat cake wortel.
Oke, aku
akan mulai memasak
dengan serius. It’s
cooking time!
***
Ting!! Cake
wortel sudah matang.
Aku memasang sarung
tangan untuk mengambil
cake wortel yang
sudah matang. Setelah
itu, aku membuka
oven dan mengambil
cake wortel. Hmm...
harumnya...
Aku membawa
cake wortel secara
perlahan menuju meja
makan dan melepas
sarung tangan. Setelah
itu, aku memanggil
Bunda untuk mencicipi
cake wortel buatanku.
“Bunda, cake
wortelnya sudah matang.
Cicipi, ya, Bun,”
ajakku. Bunda hanya
mengangguk, lalu pergi
ke ruang makan.
Sesampainya di ruang
makan, Bunda mengambi
sendok, garpu, dan
piring yang ada
di lemari, lalu
meletakkan ketiga benda
itu di meja
makan. Bunda memotong
salah satu bagian
cake wortel tersebut
lalu mencicipinya. Setelah
itu, Bunda terdiam
seperti patung.
“Bagaimana rasanya,
Bun?”
“Rasanya...... Enak,
Vi! Wah, kamu
pasti menang, nih.”
Aku tersenyum
bahagia. “Amin....”
***
Hari ini
ada seleksi lomba
memasak di sekolah.
Siswa-siswi yang ikut
akan berlomba di
Kelas Memasak yang
terletak beberapa meter
dari kelasku, VII-A.
Aku terdiam beberapa
saat di kelas.
Tegang rasanya mengikuti
lomba seperti ini. Bunda yang
ada di sebelahku
pun menyemangatiku.
“Vi, menang
atau kalah itu
urusan biasa dalam
perlombaan. Jika menang,
kamu harus bersyukur.
Jika kalah, kamu
harus menerimanya dengan
lapang dada. Jangan
pantang menyerah, Vi.
Ingat, stay focus
and do dhikr.
Bunda yakin, kamu
akan menang,” Bunda
memotivasiku. Aku mengangguk
semangat mendengar kata-kata motivasi dari
Bunda.
Seleksi lomba
memasak akan dimulai.
Aku melambaikan tangan
pada Bunda dan pergi ke
Kelas Memasak.
***
Hasil seleksi
akan dibacakan oleh
guru memasak di
sekolahku, Bu Firna.
Sebelum hasil seleksi
diumumkan, aku deg-degan
bukan main.
10 menit
kemudian, Bu Firna
membacakan hasil seleksi
lomba memasak. “Kami
sudah memutuskan, bahwa:
Vivi dari VII-A,
Rena dari VIII-E,
Nindya dari VII-B,
Arin dari VII-C,
dan Ahmad dari
IX-B akan mewakili
sekolah kita. Selamat!”
Aku bahagia
bukan main mendengar
kabar itu. Yippie...!!
***
Saat ini,
aku berada di
kantor Junior Chef
Organization. Aku akan
mengikuti Lomba Memasak
Tingkat SMP/Sederajat yang
diselenggarakan oleh Junior
Chef Organization. Para
peserta akan memasak
makanan yang mereka
masak saat seleksi.
Jadi, aku akan
memasak cake wortel
seperti waktu seleksi.
Sebentar lagi,
Lomba Memasak akan
segera dimulai. Aku
berada tepat di
depan alat-alat dan
bahan-bahan untuk memasak.
“1.... 2....
3..... Mulai!”
***
Sebentar lagi,
pengumuman Lomba Memasak
akan dibacakan. Di
pojok ruangan, aku
memasang ekspresi super
tegang. Ayah dan
Bunda senantiasa menyemangatiku. “Vi,
ingat kata Bunda
waktu itu. Jangan
pantang menyerah.”
Ayah mengangguk.
“Iya, Vi. Meskipun
kamu kalah, Ayah
dan Bunda tetap
bangga sama kamu.
Kamu sudah melakukan
yang terbaik.”
Aku mengangguk
mantab. Tiba-tiba, terdengar
suara dari arah
panggung aula.
“Juara ketiga,
Queena Naveen dari
SMPN 07! Juara
kedua, Angelica Audya
dari SMP Harapan
Bangsa! Juara pertama....
Afifah Fadhila dari SMP Nusa
Harapan! Selamat untuk
para pemenang!”
Aku naik
ke atas panggung
aula dengan perasaan
senang. Di atas
panggung, aku diberikan
Tropi atas kemenanganku.
Aku melihat Ayah
mengacungkan jempolnya kepadaku,
aku lalu membalasnya
dengan senyuman manis.
Kau tahu? Aku
tak akan berada
disini tanpa dukungan,
dorongan, dan motivasi
dari Ayah dan
Bunda. Mereka adalah
orangtua terbaik di
dunia. I Love
You, My Parent!
Muach!!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar